Cikarang Utara, KIBAR
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Koalisi Bersama Rakyat
(KIBAR), prihatin dengan kondisi lingkungan dan masyarakat Bekasi saat ini.
Hal tersebut memanggil hati dan nurani seluruh elemen LSM Koalisi Bersama
Rakyat (KIBAR), dan seluruh Pengurus KIBAR dari tingkat Kecamatan Maupun Desa/
Kelurahan, untuk memperbaiki Kabupaten Bekasi seperti tempo dahulu, Kabupaten
Bekasi yang Indah, Nyaman, Tentram, Bersih. Karena Kabupaten Bekasi merupakan
tanah kelahiran, tanah nenek moyang, meski telah banyak perubahan dan
pembauran, namun masyarakat bekasi masih tetap mempunyai budaya-budaya yang
harus tetap dipertahankan, yang merupakan warisan budaya leluhur, sehingga
masyarakat bekasi walau telah berkembang dengan kemajuan jaman, diharapkan
masyarakat pribumi bekasi tetap seperti masyarakat bekasi yang dahulu, yang
begitu teguh memegang tata karama, kesopanan dan saling menghargai mengasihi
antar sesama, seperti yang diajarkan oleh nenek moyang (Leluhur)
Dewan Pembina DPC Koalisi Bersama Masyarakat (KIBAR),
senantiasa mengajak seluruh masyarakat Kabupaten Bekasi, untuk bersatu damai
menuju Bekasi yang Indah dan Nyaman demi kemajuan Kabupaten Bekasi.
Kabuapten Bekasi yang begitu luas dengan 23 Kecamatan, 180
Desa dan 7 Kelurahan, tak bisa di tempuh dengan waktu yang singkat untuk
menelusuri dari desa kedesa, hingga pelosok kampung dari desa satu kedesa
lainnya. Meski banyak yang belum diperbaiki jalan desa maupun jalan
lingkungan,tapi masyarakat Kabupaten Bekasi harus bersyukur,karena setiap APBD
Kabupaten Bekasi,pembangunan infrastruktur selalu di gemakan untuk kemajuan
Kabuapten Bekasi.
Persawahan hijau juga masih terlukis di hamparan tanah
berlogo golok ini, karena bercocok tanam padi,menjadi sumber mata pencarian
bagi sebagaian masyarakat desa di Kabupaten Bekasi,kegagalan panen juga sering
dialami oleh masyarakat petani,saat musim hujan tiba,padi yang baru ditanami
harus terendam air karena curah hujan yang begitutinggi pada bulan januari dan
februari,sehingga tidak sedikit kerugian yang dialami oleh para petani,karena
ada yang telah enam kali taman padi dan tanaman padi yang baru berumur seminggu
harus mati terendam air.
Ratusan Ha sawah pada saat musim hujan kemarin terendam
air,tentunya banyak kerugian yang dialami oleh para petani, oleh karena itu
Dinas Pertanian untuk tanggap mendata persawahan, yang terendam air dan gagal
panen di beberapa desa, untuk di berikan bantuan, karena kalau tidak di berikan
bantuan berupa padi dan pupuk, para
petani yang telah banyak mengalami kerugian tentunya tidak dapat bercocok tanam
lagi,karena telah kehabisan modal.
Selain sector pertanian Kabupaten Bekasi, juga terdapat
sektor perindrustrian,sebanyak 23 Negara menanam modal , dengan mendirikan
kurang lebih 3000 perusahaan ,yang terbagi atas tiga kawasan indrustri
,diantaranya ,Kawasan Indrustri Jababeka,Kawasan Indrusrtri MM 2100 dan Kawasan
Indrustri Lippo Cikarang.
Beragam suku ras dan agama,menjadi corak kehidupan masyarakat
Kabupaten Bekasi, yang dipimpin oleh Bupati dr. Hj.Neneng Hasanah
Yasin,Sehingga Kabupaten Bekasi kini menjadi sebagai Kabupaten yang pesat
pembangunan disegala bidang,untuk kesejahteraan masyarakat Bekasi. Semoga
Kabuapetn Bekasi menjadi salah satu Kabupaten di Indonesia yang selalu
memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Menurut Dewan Pembinan LSM Koalisi Bersama Masyarakat (KIBAR)
DPC Kab. Bekasi, Ikhsan, NZ, berdasarkan dari berbagai sumber Kabupaten
Bekasi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya
adalah Cikarang. Kabupaten ini berada tepat di sebelah timur Jakarta,
berbatasan dengan Kota Bekasi dan Provinsi DKI Jakarta di barat, Laut Jawa di
barat dan utara, Kabupaten Karawang di timur, serta Kabupaten Bogor di selatan.
Kabupaten Bekasi terdiri atas 23 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa
dan kelurahan.
Sejarah Kabupaten
Bekasi
Penelusuran Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansakerta dan
bahasa Jawa Kuno). Kata “Bekasi” secara filologis berasal dari kata
Candrabhaga; Candra berarti bulan (“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga
berarti bagian. Jadi Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Pelafalan kata
Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi. Dalam
pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh bahasa Belanda
sering ditulis Bacassie (di Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama
Bacassie). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan
sekarang.
Candrabhaga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara, yang
berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh) prasasti yang menyebutkan adanya
kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja Purnawarman, yakni Prasasti
Tugu (Cilincing, Jakarta), Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti
Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi (ke enam prasasti ini ada di
daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (Prasasti
Cidangiang).
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara
(Prasasti Tugu, berbunyi : dahulu kali
yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang
mengalir hingga ke laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan.
Kemudian, semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta
seluruh panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati”
namanya. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang
Purnawarman. Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8
paro petang bulan Phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan
Caitra. Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu
mencapai 6.122 tumbak. Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para
Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…). Tulisan dalam prasasti ini
menggambarkan perintah Raja Purnawarman untuk menggali kali Candrabhaga, yang
bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindar dari bencana banjir yang kerap
melanda wilayah Kerajaan Tarumanagara.
Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh (abad 7), kerajaan yang
memiliki pengaruh cukup besar terhadap Bekasi adalah Kerajaan Padjadjaran,
terlihat dari situs sejarah Batu Tulis (di daerah Bogor), Sutarga lebih jauh
menjelaskan, bahwa Bekasi merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Padjadjaran
dan merupakan salah satu pelabuhan sungai yang ramai dikunjungi oleh para
pedagang. Bekasi menjadi kota yang sangat penting bagi Padjadjaran, selanjutnya
menjelaskan bahwa: “..Pakuan adalah ibukota Kerajaan Padjadjaran yang baru.
Proses perpindahan ini didasarkan atas pertimbangan geopolitik dan strategi
militer. Sebab, jalur sepanjang Pakuan banyak dilalui aliran sungai besar yakni
sungai Ciliwung dan Cisadane. Oleh sebab itu, kota-kota pelabuhan yang ramai
ketika itu akan mudah terkontrol dengan baik seperti Bekasi, Karawang, Kelapa,
Tanggerang dan Mahaten atau Banten Sorasoan…”
Demikianlah, waktu berlalu, kerajaan-demi kerajaan tumbuh,
berkembang, mengalami masa kejayaan, runtuh, timbul kerajaan baru. Kedudukan
Bekasi tetap menempati posisi strategis dan tercatat dalam sejarah
masing-masing kerajaan (terakhir tercatat dalam sejarah, kerajaan yang
menguasai Bekasi adalah Kerajaan Sumedanglarang, yang menjadi bagian dari
Kerajaan Mataram). Bahkan bukti-bukti mengenai keberadaan kerajaan ini sampai
sekarang masih ada, misalnya : ditemukannya makam Wangsawidjaja dan Ratu
Mayangsari (batu nisan), makam Wijayakusumah serta sumur mandinya yang terdapat
di kampung Ciketing, Desa Mustika Jaya, Bantargebang. Dimana baik batu nisan
maupun kondisi sumur serta bebatuan sekitarnya, menunjukkan bahwa usianya
parallel dengan masa Kerajaan Sumedanglarang. Demikian pula penemuan rantai di
Kobak Rante, Desa Sukamakmur, Kecamatan Sukakarya (konon katanya, daerah Kobak
Rante adalah daerah pinggir sungai yang cukup besar, hingga mampu dilayari
kapal. Jalur ini sering digunakan patroli kapal dari Sumedanglarang.
Masa Hindia Belanda
Pada masa ini masuk ke dalam Regentschap Meester Cornelis,
yang terbagi atas empat district, yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan
Cikarang. District Bekasi, pada masa penjajahan Belanda dikenal sebagai wilayah
pertanian yang subur, yang terdiri atas tanah-tanah partikelir, system
kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan-tuan tanah (kaum partikelir), yang
terdiri dari pengusaha Eropa dan para saudagar Cina. Diatas tanah partikelir
ini ditempatkan Kepala Desa atau Demang, yang diangkat oleh Residen dan digaji
oleh tuan tanah. Demang ini dibantu oleh seorang Juru Tulis, para Kepala
Kampung, seorang amil, seorang pencalang (pegawai politik desa), seorang
kebayan (pesuruh desa), dan seorang ulu-ulu (pengatur pengairan).
Untuk mengawasi tanah, para tuan tanah mengangkat pegawai
atau pembantu dekatnya, disebut potia atau lands opziener. Potia biasanya
keturunan Cina, yang diangkat oleh tuan tanah. Tugas potia adalah mengawasi
para pekerja, serta mewakili tuan tanah apabila tidak ada ditempat. Disamping
itu ada juga Mandor yang menguasai suatu wilayah, disebut wilayah kemandoran.
Dalam praktek sehari-hari, mandor sangatlah berkuasa, seringkali tindakannya
terhadap para penggarap melampaui batas-batas kemanusiaan. Para penggarap
adalah pemilik tanah sebelumnya, yang tanahnya dijual pada tuan tanah. Orang
yang diangkat mandor biasanya dari para jagoan atau jawara yang ditakuti oleh
para penduduk.
Distrik Bekasi terkenal subur yang produktif, hasilnya lebih
baik jika dibandingkan dengan distrik-distrik lain di Batavia, distrik Bekasi
rata-rata mencapai 30-40 pikul padi setiap bau, sedangkan distrik lain hanya
mampu menghasilkan padi 15-30 pikul setiap bau’nya. Namun yang menikmati hasil
kesuburan tanah Bekasi adalah Sang tuan tanah, bukanlah rakyat Bekasi. Rakyat
Bekasi tetap kekurangan, dalam kondisi yang serba sulit, seringkali muncul
tokoh pembela rakyat kecil, semisal Entong Tolo, seorang kepala perambok yang
selalu menggasak harta orang-orang kaya, kemudian hasilnya dibagikan kepada
rakyat kecil, karenanya rakyat sangat menghormati dan melindungi keluarga
Entong Tolo, Sang Maling Budiman, Robin Hood’nya rakyat Bekasi. Di hampir semua
wilayah Bekasi memiliki cerita sejenis, dengan versi dan nama tokoh yang
berbeda. Hal ini juga, yang mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat
Bekasi, terhadap sesuatu yang berhubungan dengan ke’jawara’an.
Setelah Entong Tolo ditangkap dan dibuang ke Manado, tahun
1913 di Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak diminati
masyarakat yang sebagian besar petani. Berbeda dengan di daerah lain,
kepengurusan SI Bekasi didominasi oleh kalangan pedagang, petani, guru ngaji,
bekas tuan tanah dan pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta
para jagoan yang dikenal sebagai rampok budiman. Karena jumlah yang cukup
banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan ketika berhadapan
dengan para tuan tanah. Antara 1913-1922, SI Bekasi menjadi penggerak berbagai
protes sebagai upaya penentangan terhadap berbagai penindasan terhadap petani,
misalnya pemogokkan kerja paksa (rodi), protes petani di Setu (1913) sampai
pemogokkan pembayaran “cuka” (1918).
Masa pendudukan Jepang
Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan
rakyat, memperkuat anggap eksatologis ramalan Jayabaya (buku “Jangka Jayabaya”,
mengungkapkan :”…suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara yang
akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah sebentar
yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai Ratu Adil yang kelak akan melepaskan
Indonesia dari belenggu penjajahan…”Pada awalnya, penaklukan Jepang terhadap
Belanda disambut dengan suka cita, yang dianggap sebagai pembebas dari
penderitaan. Rakyat Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap
ketika Jepang mengijinkan pengibaran Sang Merah Putih dan dinyanyikannya lagu
Indonesia Raya. Namun kegembiraan rakyat Bekasi hanya sekejap, selang seminggu
pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah Putih dan lagu
Indonesia Raya. Sebagai gantinya Jepang memerintahkan seluruh rakyat Bekasi
mengibarkan bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemaksaan
ini, Jepang memulai babak baru penindasan, yang semula dibanggakan sebagai
“saudara tua”.
Kekejaman tentara Jepang semakin kentara, ketika
mengintruksikan agar seluruh rakyat Bekasi berkumpul di depan kantor tangsi
polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung bernama
Mahbub, yang ditangkap karena diduga sebagai mata-mata Belanda dan menjual
surat tugas perawatan kuda-kuda militer Jepang. Hukum pancung ini sebagai shock
theraphy agar menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi rakyat Bekasi. Bala
tentara Jepang juga memberlakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di
Bekasi Gun dicatat, dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer
Jepang. Bukan saja untuk keperluan sehari-hari tapi juga untuk keperluan jangka
panjang, dalam rangka menunjang Perang Asia Timur Raya.
Akibatnya, rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan, keadaan
ini makin diperparah dengan adanya “Romusha” (kerja rodi). Pemerintah militer
Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan dengan memaksa para pemuda Bekasi
untuk belajar semangat bushido (spirit of samurai), pendewaan Tenno Haika
(kaisar Jepang). Para pemuda dididik melalui kursus atau dengan melalui
pembentukan Seinendan, Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA),
yang kemudian langsung ditempatkan kedalam organisasi militer Jepang.
Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi
mengorganisasikan diri dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam
Bekasi (GPIB), yang didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam
Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Mesjid Al –Muwahiddin,
Bekasi, para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum dan
pemuda “pasar” yang buta huruf. Awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia
meninggal 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini. Hingga awal kemerdekaan BPIB
memiliki anggota yang banyak, markasnya di rumah Hasan Sjahroni, di daerah
pasar Bekasi, banyak anggotanya kemudian bergabung ke-BKR dan badan perjuangan
yang dipimpin oleh KH Noer Alie. GPIB banyak memiliki Cabang antara lain, GPIB
Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB Daerah Ujung Malang (KH
Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali, GPIB Kranji (M. Husein
Kamaly) dan GPIB Cakung (Gusir) berdirinya kabupaten Bekasi. Berdasarkan aturan
hukum pada saat itu dan melihat kegigihan rakyat memperjuangkan aspirasinya
untuk membentuk suatu pemerintahan tersendiri, setingkat Kabupaten, mulailah
para tokoh dan rakyat Bekasi berjuang agar pembentukan tersebut dapat
terealisasikan. Awal tahun 1950, para pemimpin rakyat diantaranya R. Soepardi,
KH Noer Alie, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat
Rakyat Bekasi”, dan mengadakan rapat raksasa di Alun-alun Bekasi (17
Januari1950), yang dihadiri oleh ribuan rakyat yang datang dari pelbagai
pelosok Bekasi, dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17
Januari”, yang antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah
menjadi Kabupaten Bekasi, tuntutan itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A.
Sirad) dan Asisten Wedana Bekasi (R. Harun).
Usulan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad
Hatta, dan menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi
“Kabupaten Bekasi”, persetujuan ini semakin kuat dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 14 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 1950 tentang
Pembentukan Kabupaten-kabupaten di lingkungan Provinsi Jawa Barat, serta
memperhatikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1950 tentang berlakunya
undang-undang tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada
tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri,
sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pemerintah Daerah pada saat itu, yaitu UU
No.22 Tahun 1948. Selanjutnya, ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II
Kabupaten Bekasi, bahwa tanggal 15 Agustus 1950 sebagai hari jadi kabupaten.
Status ini dikukuhkan dengan UU Nomor 14 Tahun 1950 mengenai
pembentukan Kabupaten Bekasi, dengan wilayah yang terdiri dari empat
kewedanaan, 13 kecamatan dan 95 desa. Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi
berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (Jl. Ir. H Juanda), yang kemudian pada
tahun 1982 gedung perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl.
Ahmad Yani, Bekasi. Mulai tahun 2004, Pemerintahan Kabupaten Bekasi dipindahkan
ke Cikarang Pusat, Kota Deltamas dengan tujuan untuk memeratakan pembangunan di
daerah timur Bekasi.
Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2004 mencapai
1.950.209 jiwa. Bila dilihat dari rasio penduduk berdasarkan kelamin adalah
1,04 banding 1,00, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 996.150 jiwa dan
perempuan 954.054 jiwa. Adapun laju pertumbuhan penduduk hasil perhitungan
sensus tahun 2000 sebesar 4,23 % terdiri dari migrasi 2,33 % dan alamiah 1,90%.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi bertambah menjadi 2.027.902
jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,98% dari tahun sebelumnya.Penduduk
bekasi mayoritas merupakan pendatang sehingga tak heran jika banyak budaya nya
pn telah banyak berakulturasi.
Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi mencapai
3.002.112 jiwa. Tahun 2014, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi menjadi 3.112.698
jiwa atau naik 120.586 jiwa dari tahun 2013. Penduduk berjenis kelamin
laki-laki adalah 1.592.588 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan
1.530.110 jiwa pada tahun 2014.Dengan luas wilayah 127.388 hektar, tingkat
kepadatan penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 2.451 jiwa per km2.
Kecamatan dengan penduduk tertinggi ialah Tambun Selatan
dengan jumlah penduduk mencapai 486.041 jiwa atau 16 persen dari total penduduk
Kabupaten Bekasi pada tahun 2014. Kecamatan dengan penduduk terendah ialah
Bojongmangu dengan jumlah penduduk 25.587 jiwa pada tahun 2014.[1]
Topografi
Sebagian besar wilayah Bekasi adalah dataran rendah dengan
bagian selatan yang berbukit-bukit. Ketinggian lokasi antara 0 – 115 meter dan
kemiringan 0 – 250 meter. Kabupaten Bekasi yang terletak di sebelah Utara
Provinsi Jawa Barat dengam mayoritas daerah merupakan dataran rendah, 72%
wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan
air laut. Berdasarkan karakteristik topografinya, sebagian besar Kabupaten
Bekasi masih memungkinkan untuk dikembangkan untuk kegiatan budidaya,Terutama
untuk budidaya ikan di tambak ataupun untuk budidaya hewan domestik seperti
ayam dan kambing.
Jenis tanah di Kabupaten Bekasi diklasifikasikan dalam tujuh
kelompok. Kelompok yang paling layak untuk pengembangan pembangunan memiliki
luas sekitar 16.682,25 Ha (81,25%), yang terdiri dari jenis asosiasi podsolik
kuning dan hidromorf kelabu; komplek latosol merah kekuningan, latosol coklat,
dan podsolik merah; aluvial kelabu tua; asosiasi glei humus dan alluvial
kelabu; dan asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit.
Klasifikasi cukup layak seluas 3.745,04 Ha (18,24%), terdiri dari jenis tanah
asosiasi alluvial kelabu dan alluvial coklat kekelabuan. Sisanya sekitar 104,71
Ha (0,51%) dari jenis podsolik kuning merupakan areal yang kurang layak untuk
pembangunan.
Ditinjau dari tekstur tanahnya, sebagian besar wilayah ini
memiliki tekstur tanah halus sekitar 15.555,04 Ha (75,76%) dan bertekstur
sedang sekitar 4.755,21 Ha (23,16%) berada di sebelah utara dan sebelah selatan
yakni, sedangkan sisanya sekitar 221,75 Ha atau 1,08% bertekstur kasar berada
di sebelah barat. Tingkat kepekaan tanah terhadap erosi cukup baik/stabil.
Tingkat kepekaan ini diklasifikasikan tiga bagian yakni stabil (tidak peka),
peka, dan sangat peka. Sekitar 17.220,19 Ha (83,87%) dari luas lahan merupakan
lahan stabil yang layak untuk dikembangkan untuk berbagai macam kegiatan
perkotaan. Seluas 3.127,02 Ha (15,23%) dari lahanya memiliki kondisi peka dan
masih cukup layak untuk dibangun. Sedangkan di bagian selatan, lahnnya sangat
peka terhadap erosi yakni sekitar 184,79 Ha (0,9%), kurang layak untuk
dikembangkan. Adanya beberapa sungai yang melewati wilayah Kabupaten Bekasi
merupakan potensi sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di
Kabupaten Bekasi terdapat enam belas aliran sungai besar dengan lebar berkisar
antara 3 sampai 80 meter, yaitu sebagai berikut Sungai Citarum, Sungai Bekasi,
Sungai Cikarang, Sungai Ciherang, Sungai Belencong, Sungai jambe, Sungai
Sadang, Sungai Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai Cilemahabang, Sungai Cibeet,
Sungai Cipamingkis, Sungai Siluman, Sungai Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai
Jaeran.
Selain itu, terdapat 13 situ yang tersebar di beberapa
kecamatan dengan luas total 3 Ha sampai 40 Ha, yaitu Situ Tegal Abidin,
Bojongmangu, Bungur, Ceper, Cipagadungan, Cipalahar, Ciantra, Taman,
Burangkeng, Liang Maung, Cibeureum, Cilengsir, dan Binong. Saat ini kebutuhan
air di Kabupaten Bekasi dipenuhi dari 2 (dua) sumber, yaitu air tanah dan air
permukaan. Air tanah dimanfaatkan untuk pemukiman dan sebagian industri.
Kondisi air tanah yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi sebagian besar merupakan
air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5 – 25 meter dari permukaan tanah,
sedangkan air tanah dalam pada umumnya didapat pada kedalaman antara 90 – 200
meter. Air permukaan, seperti sungai, dimanfaatkan oleh PDAM untuk disalurkan
kepada konsumennya, baik permukiman maupun industri.
Pemerintahan
Kabupaten Bekasi dipimpin oleh bupati Hj. Neneng Hasanah
Yasin dan wakil bupati H. Rohim Mintareja yang dicalonkan oleh fraksi Golkar,
yang memerintah dari tahun 2012. Neneng Hasanah Yasin adalah calon dari Partai
Golkar dan H. Rohim Mintareja dari partai Demokrat. Neneng Hasanah Yasin adalah
anggota DPRD[2] jawa barat. Rohim Mintareja adalah anggota DPRD Kab. Bekasi
dari Dapil DPRD Kab. Bekasi 1 yang bertugas di Komisi C. Pasangan ini cukup
kuat di daerah Pebayuran, Tambun, Cibitung, Cikarang Barat, Cibarusah,
terkecuali di Cikarang Selatan yang mayoritas memilih pasangan Darip Maulana
dan Jejen Sayuti.
Bekasi Wajah Dulu dan Sekarang
Kabupaten Bekasi yang dulu begitu indah, sejuk, ramah, kini
hampir tidak terlihat lagi wajah asli Bekasi, masyarakat bekasi tempo dahulu
yang terkenal saling asih, asuh dan melindungi, dan selalu bersama dalam
mengatasi permaslahan, kini mulai berubah seiring perkembangan jaman dan makin
meningkatnya SDM masyarakat bekasi, hampir jarang ditemui masyarakat bekasi
yang seperti dahulu, sebutan Abang dan Empok mulai jarang terdengar di telinga
masyarakat bekasi. Hamparan kali alam
yang begitu bening yang melintasi setiap desa, dan menjadi sumber air untuk
masyarakat bekasi, untuk kebutuhan sehari-hari, seperti MCK (Mandi Cuci dan
Kakus), kini kali alam mulai menghilang, lebar kali alam yang hampir lima
meteran, tertinggal hanya puluhan centi meter.
Airnya kali yang dulu bening
kini mulai berubah hitam, berbau dan hitam. Itu membuat Elemen yang berada di
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Koalisi Bersama Masyarakat atau disingkat
KIBAR, yang berada di Kabupaten Bekasi di bawah kepengurusan Dewan Pimpinan
Cabang , Dewan Pimpinan Anak Cabang dan Dewan Pimpinan Desa/Kelurahan prihatin,
dan akan berusaha bersama bersama elemn masyarakat lainnya, seperti ormas yang
berada di Kabupaten Bekasi dan organisasi kemasyarakatan lainnya, untuk bersama
memperbaiki kondisi lingkungan dan masyarakat bekasi, agar seperti dahulu walau
telah mengikuti perkembangan jaman.
Dengan berdirinya LSM Koalisi Bersama Rakyat, diKabupaten
Bekasi diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat Kabupaten
Bekasi, dalam pembangunan perekonomian kerakyatan untuk menuju desa dan pesisir
yang lebih maju dan sejahtera